Ibukota Indonesia – otoritas diminta segera menyiapkan regulasi seputar pemakaian minyak jelantah, mengingat minyak bekas menggoreng makanan yang dimaksud tidak lagi merupakan isu kesehatan saja, melainkan telah bergeser berubah menjadi isu energi lalu ekonomi.
"Jika minyak jelantah bukan diatur, maka akan segera terbentuk kegagalan pasar. Kegagalan bursa ini terbentuk akibat adanya informasi yang tersebut asimetris serta eksternalitas," kata Direktur Proyek Traction Energy Asia Sudaryadi pada keterangan, pada Jakarta, Senin.
Dalam diskusi peluncuran naskah akademis tata kelola lalu tata niaga minyak jelantah, beliau memaparkan asimetris akan menyebabkan ketidakseimbangan informasi, dengan semata-mata salah satu pihak belaka yang digunakan memperoleh keuntungan, lalu menghambat kegiatan lingkungan ekonomi secara efisien.
Sementara, eksternalitas berarti biaya atau kegunaan minyak jelantah (used cooking oil atau UCO) yang mana ditimbulkan oleh produsen tidaklah terefleksi di biaya sebuah produk.
“Kegagalan lingkungan ekonomi ini dapat terjadi akibat sampai ketika ini pemerintah belum mengatur status minyak jelantah sebagai komoditas atau limbah. Jika dianggap sebagai limbah, maka harga jual minyak jelantah ke lingkungan ekonomi telah terlalu tinggi. Sangat krusial agar pemerintah segera mengatur kemudian menetapkan harga,” kata Sudaryadi
Direktur Pusat Kajian yang digunakan juga merupakan Guru Besar FHUI Andri Gunawan Wibisana menuturkan, setidaknya ada satu puluh hal penting yang dimaksud perlu diatur di ruang lingkup pengaturan pengelolaan komersial UCO, mulai dari pendefinisian secara hukum terkait minyak jelantah, instrumen pencegahan dampak negatif dari minyak jelantah, hingga pengaturan tarif jual minyak jelantah.
Sebagai salah satu komitmen Indonesi meningkatkan energi baru terbarukan, Andri menegaskan bahwa penting dikerjakan pengaturan terhadap penentuan tarif maksimum minyak jelantah oleh Kementerian Energi dan juga Informan Daya Mineral.
Selain itu, pengenaan tarif ekspor berubah jadi hal penting lainnya pada tata kelola dan juga tata niaga minyak jelantah. “Karena permintaan akan biofuel kemudian UCO itu akan bermetamorfosis menjadi tinggi, juga ini kalau bukan diatur akan menyebabkan pemuaian atau greenflation,” kata Andri.
Naskah akademik hasil kajian Traction Energy Asia serta grup peneliti Pusat Kajian Hukum Lingkungan kemudian Keadilan Iklim Fakultas Hukum Universitas Indonesi (FHUI) ini akan menjadi rekomendasi bagi Kementerian Koordinator Sektor Kemaritiman lalu Pengembangan Usaha merampungkan Peta Jalan Nasional Pembangunan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau materi bakar nabati untuk aviasi dalam Indonesia.
Naskah akademik yang sudah disusun oleh Traction Energy Asia bersatu pusat kajian sejak 2023, didasari oleh penelitian yang mana direalisasikan oleh Traction Energy Asia pada tahun 2022.
Dalam studi tersebut, ditemukan ada peluang minyak jelantah yang dimaksud ditemukan ke 5 kota besar Jawa lalu Bali, ke antaranya 34.164,84 kiloliter per tahun di sektor rumah tangga lalu 18.115,68 kiloliter/tahun pada sektor usaha mikro.
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa 71,88 persen rumah tangga lalu 58,08 persen pegiat usaha mikro menyetujui adanya pengumpulan minyak jelantah. Sehingga selain prospek unsur baku, minyak jelantah juga berkemungkinan memberi keuntungan ekonomi.
Artikel ini disadur dari Pemerintah diminta segera menyiapkan regulasi minyak jelantah